Maraknya razia kendaraan bermotor yang dimodifikasi menimbulkan banyak reaksi negatif dari masyarakat, khususnya para modifikator. Bahkan, tak sedikit yang mempertanyakan mengenai keberadaan undang-undang yang mengaturnya.
"Modif motor itu bukan tindakan kriminal, kita ini justru pecinta motor. Kalau saja ada kebijakan pemerintah buat melegalkan motor-motor modifikasi yang dianggap bodong, saya rasa para pecinta motor rela keluar uang," terang salah satu modifikator asal Bali.
Sebenarnya, kebijakan mengenai modifikasi kendaraan bermotor sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas No.22 Tahun 2009. Dalam UU dikatakan bahwa semua kendaraan bermotor yang masuk baik diimpor, dibuat di dalam negeri maupun dimodifikasi harus melalui uji tipe.
Uji tipe tersebut meliputi pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan, serta penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor, sebagaimana di atur dalam Pasal 50 UU No.2 Tahun 2009.
Lebih lanjut, untuk modifikasi, kendaraan yang mengalami perubahan tipe berupa dimensi, mesin, kemampuan daya angkut, konstruksi dan material, maka diwajibkan untuk mengikuti uji tipe ulang.
Selain itu, dalam uji tipe ulang, penilaian juga dilihat dari faktor lain, seperti tidak membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak daya dukung jalan yang dilalui, sebagaimana diatur dalam pasal 52 UU No.2 Tahun 2009.
Maka dengan melihat aturan tersebut, dapat dikatakan bahwa memodifikasi kendaraan boleh saja dilakukan, tetapi harus memiliki pengesahan atau perizinan dari pihak berwenang.
Jika modifikasi dilakukan tanpa memiliki izin, berdasarkan Pasal 277 UU No.22 Tahun 2009, pihak yang melanggar dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar